Seorang muslim semestinya menjadi orang yang dinamis dan penuh semangat. Karena setiap dari amalnya tidak akan disia-siakan oleh Rabb-nya. Kerjanya mencari nafkah untuk keluarganya dan semua usahanya untuk kebaikan dunia dan akhiratnya dinilai sebagai shadaqah untuknya, ibadah yang berpahala. Namun perlu diingat, ia tidak boleh hanya bersandar kepada usahnya semata. Tapi haruslah ia mentawakkalkan usahanya kepada Allah dengan berdoa, berharap, dan menyerahkan hasil puncaknya kepada Tuhannya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menasihatkan kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, “Ketahuilah, seandainya semua umat berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak bisa memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Sebaliknya, seandainya mereka berkumpul untuk menimpakan kemadharatan kepadamu, maka mereka tidak bisa menimpakan kemadharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yang Allah tetapkan atasmu. Pena (takdir) telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” (HR. al-Tirmidzi)
“Mukmin yang kuat adalah lebih baik dan disenangi di sisi Allah daripada mukmin yang lemah. Masing-masing adalah baik. Senanglah mencapai masalah yang bermanfaat padamu, mintalah tolong kepada Allah dan jangan lemah. Apabila kamu tertimpa sesuatu, jangan berkata: “seandainya aku berbuat begini…. dan begitu….”, tapi berkatalah: “Allah sudah menakdirkan sesuatu yang dikehendaki dan dilakukan.” Sesungguhnya kalimat “seandainya….”, membuka pintu bagi perbuatan setan.
“Sesungguhnya Allah Yang Maha Tinggi tidak suka kelemahan (bahkan mengatainya dengan jelek), tapi bertindaklah yang bijak. Apabila ada masalah yang rumit dan kamu tidak bisa memecahkannya, maka berkatalah: Hasbiyallaah wani’mal wakiil.” (HR Abu Dawud)
Bila ada sesuatu yang tidak disenangi, maka ucapkanlah kalimat berikut ini:
قَدَّرَ اللَّهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ
Qaddarallahu Wamaa Syaa-a Fa’ala. (Allah telah mentakdirkannya, dan apa yang Dia kehendaki Dia Perbuat)