Musibah itu tidak selamanya dapat diartikan sebagai alamat murka Allah. Begitu pula dengan nikmat, tidak selamanya sebagai pertanda mendapat keridhaan Allah. Tetapi, bahagia dan musibah kedua-duanya merupakan Sunnatullah terhadap makhluknya Allah SWT bermaksud menguji iman seorang mukmin dengan kebaikan dan kejelekan, agar dengan ujian ini Allah dapat mengetahui sampai di mana kebenaran imannya.
Allah berfirman, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : “Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”.
Allah telah berfirman , “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu kembalikan”.
Rasulullah bersabda, “Orang-orang beriman itu memang sangat mengherankan semua perkaranya serba baik, dan tak ada seorang pun yang seperti orang yang mukmin. Apabila dianugerahi kesenangan ia bersyukur, dan apabila tertimpa musibah, ia berlaku sabar. Hal inilah yang menjadikan dia selalu dalam keadaan baik”
Musibah itu merupakan peringatan bagi orang-orang yang berbuat dosa, agar mereka sadar kembali kepada ketaatan dan kebenaran.
Hal ini telah dinyatakan Al-Qur’an: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri”.
Ketika tertimpa musibah atau mendengar orang lain yang tertimpa musibah, maka kita harus mengucakan doa di bawah ini:
اِنَّالِلّٰهِ وَاِنَّااِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ
Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.
“Sesungguhnya kita kepunyaan Allah dan sesungguhnya kita akan kembali kepada-Nya.”