Bertakbir disyariatkan sesudah melakukan tiap-tiap salat dalam hari-hari takbir, baik salat fardu maupun salat sunat atau salat jenazah. Sama baiknya salat fardu dalam waktunya atau qada atau salat yang dinazarkan. Di bawah ini adalah penjelasan mengenai hukum takbir pada shalat Id.
Seandainya imam melakukan takbir yang berbeda dengan apa yang diyakini oleh makmum. Umpamanya imam melakukan takbir di hari Arafah atau hari-hari tasyrik, sedangkan makmum tidak meyakini atau kebalikannya. Maka apakah makmum mengikuti atau melakukan hal yang sesuai dengan keyakinannya? Dalam masalah ini ada dua pendapat.
Menurut yang paling sahih, makmum mengamalkan hal yang sesuai dengan keyakinan dirinya, mengingat bermakmum dapat terputus dengan melakukan salam dari salat. Lain halnya bila imam melakukan takbir dalam salat hari raya lebih dari apa yang diyakini oleh makmum, maka makmum mengikutinya karena mengikut kepadanya.
Takbir Tambahan Shalat Id
Disunatkan melakukan beberapa takbir tambahan dalam salat hari raya. Untuk itu, hendaknya ia melakukan takbir pada rakaat pertama sebanyak 7 kali selain takbiratul ihram. Sedangkan dalam rakaat kedua sebanyak lima kali takbir selain takbir mengangkat tubuh dari sujud (kedua).
Dalam rakaat pertama takbir dilakukan sesudah membaca doa iftitah dan sebelum melakukan bacaan ta’awwudz. Sedangkan dalam rakaat kedua dilakukan sebelum membaca ta’awwudz.
Bacaan Doa Antara Takbir Pada Shalat Id
Disunatkan membaca doa berikut di antara dua takbir, yaitu:
سُبْحَانَ اللّٰهِ وَالْحَمْدُلِلّٰهِ وَلاَاِلٰهَ اِلاَّاللّٰهُ وَاللّٰهُ اَكْبَرُ
Subhaanallaahi walhamdu lillaahi walaa ilaaha illallaahu wallaahu akbaru.
Maha suci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar.
Dan ada juga yang menambahkan
لاَاِلٰهَ اِلاَّاللّٰهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ, وَلَهُ الْحَمْدُ, بِيَدِهِ الْخَيْرُ, وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيْرٌ
Laa ilaaha illallaahu wahdahulaa syariika lahu lahul mulku walahul hamdu biyadihil khairu wahuwa ‘ala kulli syai-in qadiirun.
Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kekuasaan (kerajaan. Dan bagi-Nya segala puji, hanya di tangan (kekuasaan)-Nya-lah semua kebaikan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Menurut Abu Nashr ibnush Shabbagh, bahwa jika seseorang mengucapkan apa yang biasa diucapkan oleh kebanyakan orang, maka hal tersebut baik, yaitu:
اَللّٰهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُلِلّٰهِ كَثِرَا, وَسُبْحَانَ اللّٰهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً
Allaahu akbaru kabiiran, walhamdu lillaahi katsiiran.
Allah Mahabesar dengan sebesar-besarnya, segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya, dan Mahasuci Allah di pagi dan petang hari.
Semua itu bersifat alternatif, tiada larangan atas sesuatu pun dari hal tersebut. Seandainya seseorang meninggalkan semua zikir tersebut dan meninggalkan pula takbir yang tujuh dan yang lima kali. Maka salatnya tetap sah dan tidak usah melakukan sujud sahwi lagi, hanya ia ketinggalan keutamaan.
Menurut pendapat yang sahih, seandainya seseorang lupa melakukan takbir-takbir itu hingga ia langsung melakukan bacaan, ia tidak boleh kembali melakukan takbir-takbir itu. Menurut Imam Syafii yang pendapatnya dinilai dhaif, ia boleh kembali melakukan takbir-takbir itu.
Dalam dua khotbah hari raya, pada pembukaan khotbah pertama disunatkan takbir sebanyak 9 kali, dan pada khotbah kedua 7 kali.
Pada rakaat pertama setelah Al Fatihah membaca surat Qaf, dan dalam rakaat kedua dibaca surat Iqtarabatis Saa’ah. Atau juga pada rakaat pertama surat Sabbihisma Rabbikal A’la, dan pada rakaat kedua Hal Ataaka Hadiitsul Ghaasyiyah.