Menurut ulama, talqin sesudah penguburan adalah sunah. Diantaranya adalah Al Qadhi Husain, di dalam kitab Ta’liq, Abu Sa’id Al Mutawali di dalam kitab At Tatimmah. Syeikh Imam Az Zahid Abul Fath alias Ibrahim ibnu Nashr Al Maqdisi, Imam Abul Qasim Ar Rafi’i, dan lainnya. Berikut ini adalah penjelasan hukum dan bacaan talqin mayit.
Hal ini dinukil oleh Al Qadhi Husain dari murid-murid Imam Syafii. Kalimatnya mengatakan seperti berikut. Syeikh Nashr mengatakan bahwa apabila seseorang telah mengubur jenazah, hendaklah ia berdiri di dekat kepala kuburan, lalu mengucapkan kalimat berikut:
Bacaan Talqin
يَافُلاَنُ بْنُ فُلاَنٍ, اُذْكُرِالْعَهْدَالَّذِى خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا: شَهَادُةَ اَنْ لاَاِلٰهَ اِلاَّاللّٰهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ, وَاَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, وَاَنَّ السَّاعَةَ اٰتِيَةٌ لاَرَيْبَ فِيْهَا, وَاَنَّ اللّٰهَ يَبْعَثُ مَنْ فِى الْقُبُوْرِ, قُلْ: رَضِيْتُ بِاللّٰهِ رَبًّا, وَبِالْاِ سْلاَمِ دِيْنًا, وَبِمُحَمَّدٍصَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا, وَبِالْكَعْبَةِ قِبْلَةً, وَبِالْقُرْآنِ اِمَامًا, وَبِالْمُسْلِمِيْنَ اِخْوَانًا, رَبِّيَ اللّٰهُ, لاَاِلٰهَ اِلاَّهُوَ, وَهُوَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ
Yaa fulaanubnu fulaanin, udzkuril ‘ahdalladzii kharajta ‘alaihi minad dunyaa. Syahaaduta allaa ilaaha illallaahu wahdahulaa syariika lahu, wa anna Muhammadan ‘abduhu warasuuluhu, wa annassaa’ata aatiyatun laa raiba fiihaa, wa annallaahu yab’atsu man fil qubuuri. qul: radhiitu billaahi rabban, wabil islaami diinan, wabimuhammadin shallallaahu ‘alaihi wasallama nabiyyan, wabil ka’bati qiblatan, wabil qur-aani imaaman. Wabil muslimiina ikhwaanan, rabbiyallaahu laa ilaaha illa huwa, wahuwa rabbul ‘arsyil ‘adhiimi.
Hai Fulan bin Fulan, ingatlah janji yang engkau pegang ketika engkau keluar dari dunia ini. Yaitu kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata dan tiada sekutu bagi-Nya, Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, hari kiamat pasti datang tiada diragukan lagi. Allah kelak akan membangkitkan orang-orang yang dikubur. Katakanlah, “Aku rela Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, Muhammad saw sebagai Nabi, Ka’bah sebagai kiblat. Al Qur’an sebagai imam, dan kaum muslim sebagai saudara. Rabbku adalah Allah, tiada Tuhan selain Dia. Dialah Rabb ‘Arasy yang agung.”
Demikianlah lafadz atau bacaan yang dikemukakan oleh Asy Syaikh Nashrul Al Maqdisi di dalam kitab At Tahdzib. Sedangkan lafadz lainnya hampir sama. Tetapi sebagian dari mereka ada yang mengemukakan seperti berikut:
Talqin Bagi Wanita dan Anak-Anak
“Hai hamba lelaki Allah anak hamba perempuan Allah.” ada pula yang mengatakan, “Hai hamba Allah anak Siti Hawa.” Sebagian lagi mengatakan, “Hai si Fulan bin hamba perempuan Allah, atau Hai Fulan anak Siti Hawa.”semua itu menunjukkan makna yang sama.
Syeikh Imam Abu Amr ibnush Shalah pernah ditanya mengenai talkin. Maka dalam fatwanya ia mengatakan, “Talkin merupakan hal yang kami pilih dan kami amalkan.”
Talkin bagi anak kecil yang masih menyusu, tiada suatu sandaran dalil pun yang dapat dijadikan pegangan. Jadi, anak kecil secara mutlak tidak ditalkin, baik masih menyusu ataupun lebih besar darinya, selama belum mencapai usia balig dan menjadi orang mukalaf.