Mengapa islam melarang nihayah

Seluruh ulama sepakat mengharamkan nihayah dan menyerukan seruan jahiliah, serta mengucapkan kata-kata wail (celaka) dan penyesalan ketika tertimpa musibah.

Diriwayatkan di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim melalui sahabat Abdullah ibnu Mas’ud r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Bukankah termasuk golongan kami orang yang menampari pipinya, merobek-robek kerah bajunya, dan menyerukan seruan jahiliah.”

Menurut riwayat Imam Muslim disebutkan, “Atau berdoa atau merobek-robek (bajunya),” dengan memakai kata ‘atau’.

Diriwayatkan di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim melalui sahabat Abu Musa Al Asy’ari r.a. bahwa Rasulullah saw berlepas diri dari wanita yang ber-nihayah, wanita yang mencukur habis rambutnya, dan wanita yang merobek-robek bajunya.

Ash-shaliqah, wanita yang menangis dengan suara yang keras, lazimnya disebut nihayah.

Al-haliqah, wanita yang mencukur rambutnya ketika tertimpa musibah.

Asy-syaaqqah, wanita yang merobek-robek bajunya ketika tertimpa musibah.

Semua hal tersebut dilarang menurut kesepakatan ulama, demikian pula halnya mengawut-ngawut rambut, menampari pipi, mencakari muka, dan menyerukan doa kecelakaan bagi diri.

Diriwayatkan di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim melalui Ummu Athiyyah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah saw telah membaiat kami (kaum wanita muslim) untuk tidak melakukan nihayah lagi.

Diriwayatkan di dalam kitab Shahih Muslim melalui sahabat Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Ada dua perbuatan di kalangan manusia yang membawa mereka kepada kekufuran, yaitu memburuk-burukkan nasab, dan nihayah terhadap mayat.”