Seandainya seseorang berlaku talhin (cela) dalam membaca al-Fatihah yang menyebabkan maknanya berubah, maka bacaannya menjadi batal. Tetapi jika talhinnya tidak mengubah makna, bacaannya tetap sah. Talhin yang membuat makna cela ialah seperti ucapan an’amtu atau an’amti, atau bacaan iyakki na’budu. Bacaan yang tidak mengubah makna ialah seumpama ia membaca Rabbul ‘aalamiina atau Rabbal ‘aalamiina, atau ia membaca nasta’iina atau nasta’iini.
Seandainya ia mengucapkan walazh zhaalliina, bukan waladh dhaalliina, menurut pendapat yang paling kuat shalatnya batal, kecuali bila ia tidak mampu mengucapkan dhadh sesudah belajar dengan sungguh-sungguh, maka ia dimaafkan.
Hal yang dibolehkan bagi orang yang tidak mampu membaca al Fatihah dengan baik dalam shalat
Seandainya seseorang tidak mampu membaca al Fatihah dengan baik, hendaknya ia membaca yang lainnya dari al Qur’an dengan kadar yang sama. Seandainya ia tidak dapat membaca sesuatu pun dari al Qur’an, hendaklah ia membaca zikir-zikir, seperti tasbih, tahlil, dan lain sebagainya yang kadarnya sama dengan ayat-ayat al Fatihah.
Seandainya seseorang tidak mampu juga membaca sesuatu pun dari zikir-zikir, sedangkan waktu untuk belajar sempit, hendaklah ia berdiri selama seseorang membaca al Fatihah, lalu rukuk. Shalatnya dianggap cukup jika ia tidak melalaikan belajar, tetapi jika ia melalaikan belajar, maka ia wajib mengulangi shalatnya.
Andaikata seseorang tidak bisa membaca surat al Fatihah dengan bahasa Arab, tetapi hanya dapat membacanya dengan bahasa ‘Ajam, maka ia tidak boleh membaca al Fatihah dalam bahasa ‘Ajam (terjemahan), melainkan ia dikategorikan sebagai orang yang tidak mampu. Hal yang diwajibkan atas dirinya ialah membaca penggantinya, seperti yang telah disebutkan diatas.